Mengapa Pelaku Candaan Bom di Pesawat Tak Pernah Dihukum Pidana?

08.45
















Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan candaan membawa bom di kawasan bandara atau pesawat merupakan pelanggaran pidana. Namun hingga saat ini orang yang 'iseng' bercanda soal bom tidak juga dipidana. Kok bisa?

"Sebetulnya sanksinya itu sudah diproses Penyidik PNS (PPNS) kita, mungkin nggak 'P-21'-lah karena mereka menganggap tidak ada bukti. Tetapi sebetulnya dengan penundaan yang dilakukan orang tidak berangkat itu sanksi," kata Plt Kapuskom Publik Kemenhub JA Barata. 

Jadi sebabnya karena bukti yang tidak cukup untuk menggiring pelaku candaan sampai ke vonis hukuman pidana. Barata menyesalkan hingga saat ini masih banyak penumpang yang bercanda soal membawa bom. Padahal ketentuan pasal 437 UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan sudah jelas mengatur sanksi pidana. 

"Ketentuannya pasal 473 ayat 1 dan 2 UU No 1 tahun 2009 itu sudah kita ajukan. Kan kasusnya terjadi di beberapa daerah bukan hanya di Jakarta saja. Pidana itu atau denda harus," terang dia. 

Barata mengakui hingga saat ini belum ada pelaku yang bercanda membawa bom diproses pidana. Dia menyebut seringkali kesulitan ketika harus membuktikan candaan soal bom itu.

"Sampai ke meja hijau belum ada, mungkin asosiasinya nggak ada bomnya. Padahal ini kan yang diproses informasi palsu, secara internasional (aturannya sama) ditunda juga pesawatnya nggak boleh berangkat juga," urai dia. 

Barata menyebut pihak PPNS langsung memproses setiap pelaku yang kedapatan mengaku atau bercanda membawa bom. Dia mengungkapkan hasil penyidikan itu selalu 'mental' karena tidak bisa dibuktikan di pengadilan.

"Di dalam perUndang-Undangan sudah ada, mungkin di daerah sendiri ya memprosesnya bagaimana tidak tepat atau tidak apa. Mungkin polisi bilang pesawatnya juga terbang lagi. Tetapi ini perkara-perkara serius," tegas dia. 

Barata mengungkapkan sesuai aturan, setiap pengakuan soal membawa bom pihaknya langsung melakukan pengecekan seluruh pesawat. Alhasil selama ini sanksi yang diterapkan adalah penundaan terbang.

"Begitu ada kejadian di dalam pesawat, terus pesawat itu mengalami penundaan karena bener nggak dia bawa bom dicek dulu satu pesawat itu. Pengecekan ini sudah SOP, omongan itu (soal bom) nggak bisa diabaikan," terang dia. 

"Akibatnya misalnya penerbangan pukul 08.00 WIB bisa pukul 11.00 WIB diberangkatkan. Orang yang bersangkutan diproses dulu bukan hanya otoritas bandara tapi penyidik PNS kita,".

Sebelumnya diberitakan ada tiga kejadian candaan bom yang terjadi pada bulan ini. Kejadian terbaru candaan bom terjadi di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumut. Penumpang bernama Albertus Agung (32) membuat keresahan penumpang dan kru pesawat.

Pelaku langsung diamankan, sedangkan penumpang lain harus turun dari pesawat untuk pemeriksaan ulang, termasuk bagasi yang dibawa. Akibatnya, penerbangan Garuda dengan nomor penerbangan GA-7112 rute Kualanamu-Sabang tertunda selama satu jam.

Kejadian candaan bom juga terjadi di Bandara Ngurah Rai, Bali. Seorang penumpang pesawat Lion Air JT15 bercanda menyebut pesawat akan meledak hingga akhirnya pilot saat itu memutuskan kembali ke apron.

Dampaknya merugikan, bandara sempat ditutup selama hampir satu jam sehingga sejumlah penerbangan rute domestik dan internasional tertunda.

Ancaman palsu juga pernah diumbar di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel. Seorang dosen UNM, Hisyam Ihsan, menyebut ada bom di dalam tas saat berada di pesawat.

Hisyam, yang diperiksa di ruang Avsec bandara, mengaku hanya bercanda dan spontan mengucapkan ada bom karena melihat kabin di atas penuh sehingga dia tak bisa menaruh tas.

Ancaman pidana bagi para pemberi informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sudah diatur dalam Pasal 437 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Pada ayat 1 disebutkan, "Setiap orang yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun."

Namun, bila candaan itu kemudian mengakibatkan matinya seseorang, sesuai dengan ayat 3 pasal tersebut, pelaku bisa dipidana maksimal 15 tahun penjara.



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »